Wednesday, August 20, 2003

Sekolah Anak Jalanan Belajar di Kebun Raya Bogor

Juki hari ini senang sekali. Ia adalah satu diantara 118 teman-temannya yang bersekolah di Sekolah Anak Jalanan di bawah jembatan tol Gedong Panjang, Kampung Kakap. Sekolah Anak Jalanan atau disingkat SAJA yang didirikan di kolong jembatan tol Gedong Panjang, yang terletak di Kampung Kakap, Jakarta Utara ini diperuntukkan bagi anak-anak yang tinggal di kolong jembatan tol Gedong panjang dan sekitarnya. Kepada mereka, sekolah tidak memungut biaya.

Jumlah anak-anak disana sekitar 450 anak, yang masuk usia sekolah tahun ajaran 2003/2004 ini berjumlah sekitar 118 anak. Mereka inilah yang bersekolah di SAJA, yang saat ini terbagi menjadi 3 kelas, yaitu TK A, TK B dan SD.

Sekolah ini berada dalam sebuah kawasan pemukiman padat yang dihuni oleh sekitar 200 kepala keluarga yang pekerjaan sehari-harinya tidak tentu (marjinal). Keluarga ini tinggal di rumah-rumah berdinding papan dan beratap beton jalan tol. Kehidupan disekitar rumah mereka tidak ditata dengan baik dan tidak sehat. Ada 150 pintu dibawah kolong jembatan ini, dan disetiap pintunya bisa dihuni lebih dari 1 keluarga. Bisa dibayangkan, luas tempat hunian di sebuah pintu di bawah kolong jembatan, sangat sempit. Orang-orang yang tinggal di kolong jembatan ini terdiri dari berbagai macam kalangan dari mulai buruh, tukang koran, tukang becak, PSK, bahkan mungkin preman dan penjahat ibukota tinggal disini.




Juki tahu bahwa tanggal 27 Juli 2003 ini akan belajar diluar kelas. Kali ini ia dan teman-temannya akan belajar di Kebun Raya Bogor (KRB) bersama kakak-kakak relawan dari KKS Melati, sebuah Kelompok Kerja Sosial yang terdiri dari relawan muda.

Pagi-pagi benar mereka sudah tiba di Rumah Anggrek KRB. Rumah Anggrek ini memiliki Koleksi kurang lebih 10.000 spesimen dari 900 species dari 100 genera. Di halaman depan rumah anggrek mereka belajar tentang jenis anggrek epifit yang tumbuh di pot dan di cabang kayu. Misalnya Cattleya dan Dendrobium. Ada juga anggrek tanah (terrestrial) warna-warni yang ditanam di tanah atau tempat terbuka. Ada Arachnis dan ada pula Aranda.

Di halaman Rumah Anggrek anak-anak dikenalkan dengan seorang “Raja Pohon” yang diperankan oleh seorang relawan kami, Dimas namanya. Setiap kali “Raja Pohon” berkata sesuatu, maka setiap anak harus mengikuti perintahnya. Maka yang tampak hari itu adalah adegan penuh kelucuan. Jika “Raja Pohon” mengatakan “Angkat tangan kanan!” maka serentak seluruh anak-anak mengangkat tangan kanannya.




Dari Rumah Anggrek, dengan berkelompok dan diiringi lagu Naik-Naik ke Puncak Gunung, mereka lalu menuju ke deretan pohon pinus. Disana mereka belajar tentang batang dan struktur pohon pinus dengan sangat sederhana, belajar tentang kegunaan pohon pinus, dan mendengarkan dongeng tentang pohon pinus dari para relawan yang mengawal mereka sepanjang perjalanan. Dongengnya menceritakan tentang kisah sebuah biji pinus yang takut belajar terbang dan akhirnya dengan penuh keberanian iapun berani terbang. Dengan keberaniannya itu, biji pohon pinus ini akhirnya mendarat di tempat baru dan menjadi pohon baru. Inti dari cerita ini adalah tentang keberanian. Maka setelah dongeng itu berakhir, bertebaranlah seluruh anak-anak mencari biji pohon pinus dan mereka begitu bangganya dengan biji pinus yang sudah berani terbang.




Setelah itu, mereka menuju Jalan Astrid. Jalan Astrid adalah salah satu jalan di Kebun Raya Bogor. Dinamai demikian untuk mengingat kunjungan Putri Astrid dan suaminya Pangeran Leopold dari Belgia sewaktu mereka berbulan madu tahun 1928 ke lokasi ini. Mereka senang sekali ketika tahu bahwa seorang putrid Raja pernah daaing ke jalan ini. Diarea ini penuh dengan pohon kana. Siapa sangka jika bunga Kana ternyata berasal dari Amerika? Warna bunga Kana yang ditanam di sepanjang Jalan Astrid adalah hitam, merah, kuning, sebagai symbol warna bendera Belgia. Anto dan kelompoknya dibantu dengan para relawan belajar tentang proses penyerbukan dengan sangat sederhana. Mereka belajar tentang warna-warna yang dimiliki bunga kana dan bernyanyi lagu Kebunku.

Perjalanan kemudian dilanjutkan ke sederetan pohon damar. Pohon Damar yang tingginya bisa sampai 1-2 m, berasal dari Sumatra, Kalimantan dan Malaysia. “Pohon minumnya dari akar, ya Kak?” tanya Asep yang masih kecil itu. Di tempat ini mereka belajar tentang perbedaan pohon pinus dan pohon damar. Para relawan membiarkan anak-anak meraba batang pohon dan menyadari bahwa daun pohon damar lebih tebal dibandingkan pohon pinus. Para relawan juga menjelaskan bahwa Daun adalah pabrik makanan. Daun dengan zat hijau daunnya apabila terkena panas matahari dan ditambah air, akan diubah jadi makanan. Sinar matahari sebagai kompornya, sedangkan daunnya ibarat panic untuk memasak makanan, dan airnya diambil dari tanah. Asep pun belajar bahwa batang kayu pohon ini bisa digunakan untuk meja dan kursi, dan mengandung resin (getah pohon), yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan obat, cat, percetakan, dan minyak wangi. “Wah meja di kelas itu asalnya dari pohon ini , ya Kak?’” ata Dina dengan takjubnya. Ia adalah satu dari anak-anak yang senang dengan cara belajar diluar kelas seperti ini, “Beda sekali rasanya dengan belajar di kelas kami yang panas itu”.




Tidak jauh dari deretan pohon damar, mereka belajar tentang komunitas kolam. Kolam yang mereka temui adalah kolam teratai raksasa yang asalnya dari hutan Amazon, Brazil. Teratai yang dikenal dengan Victoria amazonica ini pertama kali dikenalkan oleh Haenkel tahun 1801 yang menemukannya di Bolivia. Anak-anak itu langsung bermain dan memegang daun teratai raksasa, setelah kakak relawan mereka mengatakan bahwa daun ini sanggup menahan berat anak kecil yang duduk diatasnya. Meskipun mereka tidak bisa mencoba duduk diatas daun itu, tapi mereka senang dengan penjelasan yang diberikan.

Dari kolam, mereka langsung menuju lokasi yang sudah disiapkan oleh para relawan KKS Melati. Setelah makan siang, mereka langsung mendengarkan acara sulap dari Sang “Raja Pohon” dan beberapa dongeng. Acara sulap menjadi menarik sekali ketika sang “Raja Pohon” mengajak anak-anak bermain sulap. Dian yang masih kecil senang sekali karena berhasil bermain sulap. Dongeng hari itu disampaikan oleh relawan cilik kami, Audrey yang masih kelas 2 SMP dan Ghia yang masih kelas 2 SD. Mungkin karena yang mendongeng masih kecil, anak-anak itu jadi semakin tertarik. Mereka mendekati Audrey dan Ghia serta mendengarkan cerita yang disampaikan. Sang Raja Pohon pun tak kalah dengan relawan cilik tadi. Ia mendongeng tentang bunga dan lebah, cocok sekali dengan suasana di KRB. Berbagai permainan diadakan dan hadiah-hadiah betebaran. Hari itu, paket sekolah dari RCTI peduli, Tabloid Fantasy, Majalah Cool n Smart, dan hadiah-hadiah sumbangan relawan kami dibagikan untuk mereka. Diakhir acara, anak-anak SAJA mempertunjukkan kebolehan mereka. Mereka bernyanyi, menari dan bersenam.







Sudah dua kali KKS Melati, berinteraksi dengan anak-anak SAJA dengan program taman bacaan keliling yang mereka miliki. Luar biasa antusias anak-anak di kolong jembatan tol ini akan buku cerita. Mereka begitu haus akan buku pengetahuan dan bacaan serta begitu senang dengan dongeng yang disampaikan oleh relawan KKS Melati.



Semoga melalui kegiatan ini, kami dapat menularkan "Virus" empati kepada rekan-rekan yang lain, untuk membuat Jakarta menjadi lebih baik dan bersama-sama bergandengan membantu mereka yang membutuhkan!

RN,20/8/03

Sebuah sekolah anak buruh di Rawa Terate



Sebuah sekolah anak buruh di Rawa Terate

Sabtu lalu 7 Juni 2003 kami sudah berada lagi di Rawa Terate. Di sebuah kampung yang terletak persis di belakang pabrik Krama Yudha Spare Parts di daerah Cakung. Kampung Rawa Terate ini dibentuk dan didirikan oleh para buruh dari lingkungan pabrik tersebut. Pada mulanya kawasan ini masih dikelilingi oleh sawah hijau membentang, namun sabtu lalu, kami banyak menemukan sawah terlantar yang tidak lagi ditanami karena sulitnya mendapatkan air bersih untuk irigasi.

Aliran air di kawasan tersebut telah berubah menjadi hitam legam, bercampur polusi. Masyarakat yang tinggal di kampung tersebut yang terdiri dari para buruh pabrik, termasuk istri dan anak-anak mereka, hidup dengan hirupan udara bercampur logam berat yang muncul dari ventilasi dan cerobong asap pabrik. Sayang, pasokan air bersih yang tempo hari sudah diusahakan Bobby, relawan kami, tampaknya sudah berhenti dipasok. Mungkin Bobby harus kembali lagi mengupayakan pasokan air bersih di tempat ini. Asap putih tebal keluar dari pabrik. Asap yang penuh dengan cemaran logam berat yg menyesakkan dada dan mengotori mata. Setahun lalu sewaktu kami berkunjung ke sana, asap itu tidak seberapa tebal.

Satu-satunya sekolah yang ada di kampung ini adalah sekolah SD yang terdiri dari 2 ruang kelas dengan kondisi seadanya. Disana hanya ada seorang ibu kepala sekolah yang juga merangkap sebagai satu-satunya Ibu guru bagi sekolah itu. Tidak jelas apakah ia melakukannya dengan sukarela ataukah Depdiknas membayarnya selayaknya seorang kepala sekolah bekerja di sebuah sekolah. Tidak jelas bagaimana anak-anak didiknya dapat naik kelas dan apakah bisa mereka diterima di sekolah yang lebih tinggi setingkat SMP nantinya. Bahkan tidak jelas apakah Depdiknas mengetahui keberadaan sekolah di kawasan itu.

Sejak banjir tahun lalu yang merusakkan bangunan sekolah dan merusakkan seluruh buku-buku sekolah yang mereka miliki, masyarakat di kampung ini saling bahu-membahu dan bergotong royong mendirikan kembali sekolah itu seadanya untuk masa depan anak-anak mereka. Saat ini mereka belum lagi memiliki buku baru untuk belajar dan masih memprihatinkan sekali nasib mereka untuk bisa bersekolah di tempat seperti ini. Banyak pertanyaan lagi yang timbul di benak kami ketika pertama kami berkunjung ke sana, namun kondisi sekolah itu telah membuka hati kami untuk memikirkan apa yang dapat kami lakukan untuk sekolah itu dan untuk anak-anak disana. Dengan komitmen bersama kami percaya bahwa kita dapat ikut membantu pengajaran di sekolah tersebut dan partisipasi anda semua sangat dibutuhkan untuk mewujudkan komitmen tersebut.

Pagi benar kami sudah tiba disana. Bahkan Bobby sudah tiba sejak jam 6.30 pagi. Memang hari itu Bobby yang mendapat giliran menjadi Project Officer kami dan melakukan koordinasi dengan sekolah SD Bintang Pancasila di sana yang hari itu akan mendapat kunjungan dari PT. Asuransi Multi Artha Guna (MAG) yang akan menyumbangkan peralatan sekolah. Setibanya kami langsung disambut dengan gembira oleh Ibu kepala sekolah, yang ternyata tidak melupakan kami. Padahal kunjungan Melati ke tempat itu sudah setahun yang lalu.

Hari itu, kami sumbangkan sebagian buku koleksi Melati untuk digunakan oleh sekolah itu. Setelah itu, segera saja kami gelar terpal baru, hasil jualan majalah tempo hari, persis di depan sekolah. Bobby langsung mengajak Tanya, Yasmin dan Rini masuk ke sekolah dan memperkenalkan mereka kepada adik-adik yang sedang ada di sana. Yasmin mengajari anak kelas satu menulis. Heboh dan ramai sekali. Semua anak mendadak ingin maju ke depan untuk menulis. Setiap anak ingin memamerkan tulisannya kepada Yasmin. Ibu guru yang satu ini senang sekali. Senyum tidak lepas dari wajahnya. Semakin banyak acungan telunjuk anak-anak itu, Yasmin semakin giat mengajar. Demikian pula di kelas sebelah. Tanya sibuk mengajari matematika. Ibu guruku hari ini cantik sekali, kata seorang anak di kelas Tanya sambil sibuk memperhatikan Tanya. Segera pelajaran matematika serasa mudah dicerna.

Usai mengerjakan matematika dan menulis, anak-anak itu langsung berhamburan keluar kelas dan mulai sibuk memilih buku. Bukan main ributnya mereka memilih buku yang mereka inginkan. Sang kepala sekolah mengatakan bahwa anak didiknya suka dengan buku dongeng dan cerita rakyat, karena mereka bisa belajar dari tokoh yang ada dalam ceritanya. Kadang, untuk pelajaran Bahasa Indonesia, sang guru mengajak anak-anak itu untuk menceritakan kembali buku yang sudah dibacanya dan mengajaknya bejalar kebaikan dan keburukan sang tokoh. Sungguh sangat mendidik. Pantas saja, hari Sabtu itu mereka menyerbu buku cerita rakyat dan dongeng. ada yang membacanya kencang-kencang, ada yang membacanya perlahan. Ada yang mencari banyak gambar, ada pula yang menyenangi komik. (Mereka mencari komik kapten Tsubasa, sayang kami tidak punya, akhirnya Doraemon pun dilahap juga).

Lucunya ada juga yang memaksa membaca buku cerita bergambar berbahasa Inggris, meskipun mereka tidak mengerti. Ia dan temannya sibuk mengartikan kata-kata yang ada dibuku tersebut sambil garuk-garuk kepala. Tapi tetap dibacanya juga dengan kencang, meskipun bingung dan aneh. Akhirnya Rini mendongengkan cerita dalam buku itu kepada mereka. Ceritanya tentang seorang anak yang ketika bangun pagi, badannya berubah menjadi kecil, tetapi ia tidak sedih hati dan terus bekerja dengan riang gembira. Mereka mengulang cerita itu kepada kawannya yang lain. Sementara di sudut sana, Yasmin sibuk mendongeng. Anak-anak yang ada di sekitarnya langsung berhenti membaca dan mendengarkan ceritanya. Ia terlihat asyik sekali dan sesekali tawa anak-anak itu terdengar, menikmati dongengannya. Disudut sana, Tanya sibuk membacakan buku untuk seorang anak kecil yang tidak mau membaca buku sendiri. Sementara Bobby sibuk menghubungi Pak RT dan menunggu teman-teman dari MAG yang datang agak terlambat.

Teman-teman MAG datang dengan sumbangan yang banyaaaak sekali. Kami sampai takjub melihatnya. Ada peta Indonesia, papan tulis dan kapurnya, cat dan peralatannya, dan lampu-lampu yang akan disumbangkan untuk sekolah dan aneka peralatan sekolah untuk dibagikan ke 78 anak di sekolah itu. Tidak lupa ada kue-kue dan bubur kacang hijau yang langsung dinikmati dan habis diminum oleh anak-anak itu. Mereka senaaaaang sekali dan kenyang!
Terima kasih untuk MAG yang telah membantu sekolah ini. Jangan lupa, sekolah ini hanya satu dari sekian sekolah di Jakarta yang layak untuk dibantu. Program kami selanjutnya adalah berkunjung ke sebuah sekolah di kawasan Marunda, SD Pantai Makmur 03. Kami berharap MAG dapat pula mensupport kami juag untuk membantu sekolah di Marunda itu juga.

Sudah dua kali kunjungan KKS Melati, sebuah Kelompok Kerja Sosial yang terdiri dari relawan muda, ke Rawa Terate dengan taman bacaan keliling yang mereka miliki. Luar biasa antusias anak-anak di SD Bintang Pancasila ini akan buku cerita. Mereka begitu haus akan buku pengetahuan dan bacaan serta begitu senang dengan dongeng yang disampaikan oleh relawan KKS Melati.
Semoga melalui kegiatan ini, kami dapat menularkan "Virus" empati kepada rekan-rekan yang lain, untuk membuat Jakarta menjadi lebih baik dan bersama-sama bergandengan membantu mereka yag membutuhkan!

RN,20 Agustus 2003

Sunday, August 17, 2003

Tawa mereka yang kami rindukan...

***
Sari terbangun dari tidurnya pagi itu dan ia merengek-rengek memintaku menggendongnya keluar dari boksnya. Seperti anak-anak yang berumur 1 tahunan lainnya, ia begitu menggemaskan dan sulit sekali menolaknya untuk digendong. Sari senang sekali keluar dari boks tempatnya tidur dan ia yang mulai belajar jalan tertatih-tatih berlari kesana kemari dalam ruangan itu sambil tertawa-tawa. Ia adalah satu dari seorang anak yang tinggal di Panti Balita Tunas Bangsa 01 Cipayung, Jakarta Timur. Di kamar yang lain, ada 4 bayi yang sedang tidur. Casper, bayi cantik berambut tebal dan kulitnya putih adalah bayi yang baru sebulan tinggal di panti itu. "Ayahnya seorang polisi dan ibunya adalah istri muda polisi itu", kata seorang ibu yang merawat bayi itu. "Ia ditinggalkan di Rumah Sakit Pasar Rebo oleh orang tuanya", katanya lagi. Tidak jauh dari Casper, ada seorang bayi yang sedang tidur. Ah, aku lupa namanya. Tapi aku tidak lupa, bagaimana ceritanya sampai ia datang ke panti ini, "Bayi itu ditemukan di tong sampah dan beberapa minggu yang lalu ia sempat diberitakan di BUSER", kata perawatnya. Bayi itu mungil dengan pipi yang tembem. Tak habis pikir aku. Banyak keluarga muda yang saat ini tengah berjuang untuk mendapatkan seorang anak, tetapi dipanti ini, ada banyak anak yang dibuang begitu saja oleh keluarganya, seolah kehadirannya tidak dikehendaki. Padahal boleh jadi bukan salah anak-anak itu hadir di dunia ini. Semua karena kehendak Yang Maha Kuasa.

***
Tanggal 17 Agustus 2003 lalu, KKS Melati berkunjung ke Panti Asuhan Tunas Bangsa 01 Jakarta Timur. Selain menyalurkan sumbangan dana dari beberapa teman baik dan sejumlah sumbangan dari Komunitas Independen yang langsung diterima oleh Ibu Budi, kepala panti, kami juga merayakan ulang tahun Mbak Diah Anie, salah seorang relawan KKS Melati. Hari itu, panti asuhan balita penuh dengan relawan. Mereka membawa sumbangan yang dibelinya hari-hari sebelumnya dan beberapa paket makanan untuk anak-anak balita disana. Ruang bermain mendadak jadi penuh dengan tawa dan canda. Sari yang kemarin tampak sedih karena harus kembali ke boksnya, hari itu tertawa dan jadi rebutan para relawan.

Hari itu para relawan KKS Melati mengadakan perlombaan dalam rangka menyambut Hari Kemerdekaan RI. "Mau lomba apa?", tanya Koen yang hari itu dibajak untuk menjadi MC, padahal ia agak kurang sehat. "Aku mau lomba bendera! Aku mau lomba bendera!", kata Santi yang menggelengkan kepala karena tidak mau ikut lomba lainnya. "Aku... aku... aku mau nyanyi," kata Dita yang terlihat aktif dan tomboy sekali.

Lomba pertama adalah lomba makan kerupuk. Karena lupa membawa tali, akhirnya lomba makan kerupuknya dilakukan persis seperti orang sedang makan kerupuk. Aji dengan cepat menyelesaikan kerupuk yang dimakannya sambil teriak, "aku menang! aku menang!" dan makan Tango hadiahnya. Ia lantas sibuk mengumpulkan balon-balon yang ditiup oleh relawan kami dan memamerkan balon yang dikumpulkannya, "kak aku punya bunga balon... bagus kan kak"... Ia pun sibuk membawa balon-balonnya kesana kemari sambil tertawa-tawa. Lomba memindahkan bendera jadi lucu sekali. Lomba ini dibantu 4 relawan Melati yang memberikan bendera kepada anak-anak yang ikut lomba. "Benderanya ditaruh didalam ember ya", kata Koen sambil memberi semangat, sementara si Ucok kecil memperhatikan Koen dengan pandangan takjubnya, ia membantu memasukkan bendera-bendera yang jatuh adri ember. Kali ini Santi yang menang. Ia senang sekali dan lantas mengajukan diri untuk bernyanyi bersama Dita. Lagunya berjudul Pelangi. Lucunya, sulit sekali mengajari mereka menggunakan mic dengan benar. Akhirnya lagu Pelangi itu dinyanyikan dengan suara bersemangat dan menggebu-gebu. Kencaaaang sekali! Lomba memindahkan bendera ini akhirnya diulang sampai 3 kali karena banyaknya permintaan. Ternyata, memindahkan bendera adalah lomba favorit! Untung saja kami sudah menyiapkan lomba ini.

Seperti Santi, Dita juga tak kalah aktif. Ia berlomba mengumpulkan banyak sekali hadiah permainan yang semuanya makanan itu. Ia ikut bernyanyi dan bernyanyi lagi. Lagu balonku dinyanyikan Santi dan Dita adalah 2 dari 9 anak yang tahun ini sudah mulai masuk ke TK di dekat Panti. Hadiah peralatan sekolah dan kaos kaki menjadi hadiah yang menarik untuk mereka.

Lomba jalan sambil mengepit sebuah balon juga tak kalah lucunya. Anak-anak itu saling berebut balon yang akan dikepitnya. Kali ini Aji menjadi juara dan ia lantas mengepit 2 buah balon di lengan kanan dan kirinya sambil sebuah lagi dikepitnya diantara kakinya. Hei... ini pasti menarik untuk dilombakan! maka tak lama kemudian, beberapa anak berebut mendapatkan 3 buah balon untuk dikepit. Mereka berjalan seperti robot. Lucu sekali! Bahkan setelah lomba itu berakhir, Aji dan Coy salah satu relawan kami, masih sempat berjalan kesana-kemari beriringan dengan 3 balon yang mereka kepit, sementara Devy sibuk mengumpulkan balon sebanyak-banyaknya sampai tangannya tidak mampu memeluk balon-balon itu.

***
Seusai acara lomba, kami membagikan paket makanan dan minuman untuk anak-anak dan membantu mereka membuka bungkusannya. Ini adalah satu moment untuk berbagi. Inilah interaksi yang sangat ditunggu-tunggu antara relawan dan anak-anak balita di panti itu. Disudut sana, Meina sibuk membukakan makanan untuk seorang anak, sedang di belakang sana, Swan sibuk sekali bermain dengan 5 orang anak, seperti seorang Ayah dengan 5 anak-anaknya yang super aktif. Defi yang tidak mau lepas dari Sandi, terlihat menggelendot manja, sedangkan Rizki tampak mulai mengantuk terayun-ayun di ayunan belakang sana... Lucu sekali!

***
Anak-anak Panti Asuhan Balita memang menggemaskan. Dari merekalah kami bercermin dan belajar tentang kehidupan. Dari merekalah kita belajar bersyukur atas nikmat dan limpahan kasih sayang orang tua dan keluarga kami. Dari merekalah kami belajar untuk peduli dengan nasib mereka dan nasib anak-anak yang kurang beruntung lainnya.

Sayang tidak semua anak ada di Panti pada hari itu. Seperti weekend pada umumnya, bagi anak-anak yang sedang dalam proses adopsi, mereka "dipinjam" oleh calon orang tuanya untuk proses adaptasi. Senang sekali melihat mereka mengenakan baju baru dan sepatu baru dan digendong oleh "sang ibu" untuk berlibur. Proses adopsi ternyata tidak semudah yang dikira. Diperlukan kurang lebih satu tahun sampai sepasang orang tua dapat mengadopsi si anak. Itupun setelah mereka menjalani serangkaian pertimbangan dan persyaratan yang harus dilalui. Kami berharap ada lebih banyak lagi orang-orang yang berminat mengadopsi mereka. kami berharap mereka menemukan keluarga yang baik dan cocok dengan mereka.

Semoga saja.

Semoga malam itu mereka tidur dalam damai. Semoga malam itu mereka tidur dengan bahagia, karena ada segerombolan relawan yang siap berbagi kasih sayang dengan mereka. Karena ada yang peduli.

(RN, dari kegiatan relawan KKS Melati tanggal 17 Agustus 2003 ke Panti Asuhan Tunas Bangsa 01 Cipayung)===

Monday, July 21, 2003

Nonton bareng Anak-anak kampung Pancoran

***
Rasanya satu jam adalah waktu yang cukup singkat untuk mengundang anak-anak kampung Pancoran untuk ikutan nonton Festival Film Jepang di Graha Bakti Budaya TIM hari Minggu, 20 Juli 2003 kemarin. Tapi dengan semangat 45 akhirnya berhasil dikumpulkan 50 orang anak-anak yang siap menonton. Kami dijemput dengan bis Metromini sumbangan dari Japan Foundation yang langsung ribut dan penuh sesak dengan anak-anak dan celotehannya. Mereka begitu bersemangat pergi ke TIM. Bagi mereka, nonton di TIM adalah yang pertama kali. Maklumlah, harga tiket karcis menonton film saat ini cukup tinggi.

Mega yang masih 7 tahun, agak malu-malu dan akhirnya sang ibu ikut menemaninya menonton. Sementara anak-anak yang lain sibuk berebut tempat duduk, kaum ibu di kampung ini juga sudah siap menunggu di depan gang siapa tahu kami mengijinkan mereka ikut pergi menonton. "Rin, ibu-ibu kapan gilirannya?" kata mereka. Waduh, repot sekali, meskipun sebenarnya mereka bisa saja ikut menonton karena film yang diputar ini gratis. Tapi masalahnya snack yang disediakan oleh Japan Foundation jumlahnya terbatas dan yang dikhawatirkan mereka menuntut jatah minuman dan snack itu, meskipun tidak seberapa harganya.

Ida datang dengan kakak dan adiknya. Mereka baru pertama kali itu pergi ke TIM. Ibunya sudah lama meninggal sedangkan ayahnya dulu bekerja sebagai tukang balon gas keliling tapi sekarang ia sudah tidak bekerja lagi. Ida dan saudara-saudaranya yang 5 orang lagi tidak bersekolah, sedang adiknya yang terkecil, bersekolah di SD. Kebetulan Pak RT yang membantu adiknya bersekolah. Sesampainya disana, Ida bertany,"Mbak, tempat ini namanya apa?" Oya, aku memang tidak memberitahukan secara spesifik didalam bis. "Nama tempat ini TIM, Taman Ismail Marzuki", kataku. Ida bilang, tamannya kok nggak ada, padahal nama tempat ini taman. "Tamannya yang mana, Mbak?" dan lantas membuatku tersenyum karena TIM memang menyisakan sedikit taman.

Film sore itu judulnya "Ayo Berjuang". Film yang bagus sekali dan benar-benar memberikanku inspirasi dan support. Cerita tentang perjuangan Etsuko seorang anak sekolah yang ingin sekali masuk klub dayung disekolahnya. Padahal klub dayung itu hanya untuk anak laki-laki. Etsuko lantas berpikir, jika tidak ada klub dayung untuk anak perempuan, kenapa tidak dibuat saja? Maka ia lantas mengumpulkan teman-teman perempuan untuk membentuk tim dayung itu. Latihannya berat. Seperti Michael Jordan yang sering gagal sebelum menang dan menjadi juara, seperti juga Colonel Sanders yang menawarkan resep ayam gorengnya ke 99 restoran, mengalami penolakan, tapi akhirnya dia mencoba lagi dan terus menang. Maka begitulah film ini.

Ditengah acara nonton itu, dari jauh terdengar suara tawa anak-anak. Mereka begitu menikmati film ini dan suara tawanya renyah sekali. Nikmat mendengarnya.

Aku terharu melihat perjuangan Etsuko dan bagaimana sedihnya ia menghadapi kekalahan, tapi ia terus berjuang, membentuk tim yang baik, dan meskipun tetap kalah, tapi ia tetap berjuang. Slow motion di plot akhir film benar-benar mengharukan. 100% Berjuang ! Membuatku berpikir, sudahkah aku berjuang segitu besarnya hari ini??

Terima kasih buat Mbak Diana dan Mbak Nurul dari Japan Foundation yang sudah memberikan 50 tiket gratis untuk Melati. Kapan-kapan kalo ada acara puter film lagi, ada bis dan ada snack terutama, tolong aku dikabari yaaa....

RN, 21 Juli 2004

Monday, July 14, 2003

Naik Bajaj di Kebun Raya Bogor

Waktu itu jam tangan Panji menunjukkan pukul 09.05 WIB. Tepat 5 menit lewatnya dari jadual yang sudah disepakatinya dengan Rini, Bobby dan Nina di Halte depan UKI. Pagi itu, mereka akan pergi ke Kebun Raya Bogor untuk survei acara tanggal 27 Juli 2003 nanti. Setelah semuanya kumpul, kamipun lantas berangkat ke Bogor. Perjalanan dari Jakarta ke Bogor tidak selama yang kami duga. Dengan Panji sang sembalap dan mobilnya yang seperti BatMobile, cukup cepat membalap mobil-mobil yang ada di depannya. Kami tiba di Kebun Raya Bogor jam 10 kurang sedikit.

Bogor sekarang panas, padahal topi sudah kami kenakan. Hari Minggu begini, mobil ternyata nggak bisa masuk ke Kebun Raya Bogor. Pintu Satu (Main Gate) Kebun Raya Bogorpun padat oleh pengunjung. "Wah, agak repot nih dua minggu lagi kalau suasananya sama seperti ini, dan kalau pintu ini yang dipilih sebagai pintu masuk" kata Rini sambil bersama Nina mencari Bobby dan Panji, yang ternyata sedang mewawancarai seorang petugas karcis pintu masuk, Pak Syafei namanya. Menurut petugas ini, hari minggu, mobil memang tidak bisa masuk ke dalam areal Kebun Raya Bogor, apalagi bis.

Suasana Kebun Raya Bogor masih seperti dulu waktu terakhir kami kesana. Di pintu masuknya masih ada patung Ganesha, simbol ilmu pengetahuan. Di sepanjang kiri kanan jalan setelah kami masuk masih banyak pohon kenari. Pohon kenari ini sudah ada disana sejak ditanam pertama kali tahun 1835. Tidak jauh dari situ, kami melewati makam Olivia Mariamne Raffles yang dimakamkan tahun 1814. Ia dulu disebut First Lady of Java.

Kami menuju lokasi di dekat Jalan Astrid yang sudah disurvei oleh Ibu Guru Nia dan Tia, guru-guru Sekolah Anak Jalanan (SAJA). Letaknya ternyata lebih dekat ke Pintu Tiga, dibandingkan jika kita masuk melalui Pintu Satu. Pintu Tiga tidak ramai, bahkan tempatnya cukup bagus untuk memulai suatu perjalanan. Jarak antara Pintu Satu sampai ke lokasi yang dipilih guru-guru itu yaaah, kira-kira 2 km dari Main Gate. Rasanya kalau anak-anak SAJA masuk lewat Pintu Satu, mereka akan "tewas" kelelahan pada saat mereka sampai di Jalan Astrid. Jalan Astrid yang dipilih Ibu Guru Nia dan Ita adalah salah satu jalan di Kebun Raya Bogor. Dinamai demikian untuk mengingat kunjungan Putri Astrid dan suaminya Pangeran Leopold dari Belgia sewaktu mereka berbulan madu tahun 1928 ke lokasi ini. Jika kita melewati Jalan Astrid ini sepanjang kiri dan kanannya penuh dengan pohon Damar dan ditengahnya penuh dengan pohon kana yang bunganya berwarna-warni. Siapa sangka jika bunga Kana ternyata berasal dari Amerika?

Tidak jauh dari Jalan Astrid, ada rumah anggrek yang lokasinya sangat indah. Kami tidak tau apa nanti kita bisa membawa anak-anak SAJA ke rumah anggrek (harus bayar lagi nih... ada yang mau bayarin uang tiketnya yang Rp.1,000?) tapi kita bisa mengajak mereka jalan-jalan disekitar rumah anggrek itu dan menikmati taman dan tumbuhan yang ada disana. Ada anggrek tanah, ada anggrek bulan, dan masih banyak lagi. Disana ada arena kecil yang cocok sekali dijadikan tempat untuk berkumpul, membagi kelompok dan memulai perjalanan adik-adik kita nanti. Tidak jauh dari Jalan Astrid juga, ada hamparan luas pohon pinus. Pohon Pinus juga bagus untuk belajar, lho... kita bisa mengajak adik-adik itu mencari biji (bukan bunga) pinus yang tersebar di tanah. Cerita tentang perjalanan sebuah biji pinus yang terbang dari pohon dan dibawa angin sampai ke tanah di sebrang sana, pasti menarik perhatian mereka.

Tepat diujung deretan pohon Damar itu, ada kolam-kolam teratai. Ada Nymphaea lotus, yang asalnya dari Mesir. Teratai kecil yang bunganya terdiri dari 2 warna, merah muda dan putih. Indah sekali. Masih di kolam yang sama, ada teratai terbesar di dunia, namanya Victoria amazonica. Teratai ini diberi nama yang sama dengan Ratu Victoria dari Inggris. Daunnya yang luas, sanggup menopang seorang anak kecil yang beratnya 12 kg. Bayangkan perjuangan para botanis di kala itu, sampai mereka berhasil membuat teratai ini berbunga pada tahun 1849. Bunganya yang pertama malahan sempat dibawa kehadapan Ratu Victoria! bukan main.. Setelah kami membaca cerita tentang teratai raksasa ini di sebuah papan informasi, kami duduk-duduk di sekitar kolam itu. Banyak pemandangan bagus dari tepi kolam ini. Ada anak-anak yang main bola, main layangan (jadi pengen nih main layangan lagi!) ada yang jalan-jalan sambil nenteng radio dan teman-temannya sibuk berjoget sepanjang jalan, ada sebuah keluarga sedang piknik di hamparan rumput luas, ada seorang guide yang sibuk membawa turis dari Perancis dan sibuk bilang, "La... La les fleurs..." dan Panji tiba-tiba nanya, "Dia ngomong apa?" dan Nina bilang, bahwa si Guide cuma bilang,"itu... itu bung-bunganya"... yah, kata Panji,, dia juga bisa jadi guide kalo cuma itu yang bisa dibilang sama guidenya.... hehehe... Bobby tiba-tiba jadi gila di Kebun Raya Bogor. Dia sibuk manjat pohon dan meniru suara wau-wau. Orang-orang jadi mencari-cari asal suara yang dibuatnya. Kamipun jadi ikut-ikutan manjat pohon dan menikmati Kebun Raya dari atas pohon. GILA! ya.... persis orang gila... Nah, tidak jauh dari pohon yang kami panjat, ada pohon awet muda. Tidak banyak orang yang tau tentang ini, tapi buah pohon awet muda, katanya memang bikin awet muda. Buahnya agak asam rasanya, tapi lumayan menyegarkan.

Dari kolam teratai, kami menuju sekumpulan akar gantung, tidak jauh dari pohon Tarsan. Wah... menyenangkan sekali bergelantungan seperti Tarsan dan berteriak-teriak seperti orang gila! Kumpulan akar gantung itu tidak jauh dari Jembatan Gantung. Jembatan ini konon kabarnya disebut juga Jembatan Merah, atau jembatan putus cinta. Orang yang sedang pacaran jika melalui jembatan ini bisa putus, katanya. Sungai CIliwung tepat mengalir di bawah Jembatan ini. Kamipun beristirahat dibawah pohon besar di kaki jembatan.

Tiba-tiba, sebuah Bajaj menarik perhatian kami. Bajaj berwarna hijau! di Kebun Raya Bogor! Bajaj ini tidak sama seperti Bajaj yang biasanya kita temui di sudut jalan di Jakarta. Bajajnya sudah dimodifikasi. Mesinnya vespa PX, bagian depan tetap dipertahankan sama seperti Bajaj biasanya, sedangkan bagian belakangnya dimodifikasi menjadi bak, lengkap dengan bantal-bantal untuk duduk. Berbeda dengan biasanya, sang Bajaj tidak banyak goncangan. nyamanlah... Sang supir, Pak Tjulu namanya, akhirnya bersedia mengantar kami berkeliling Kebun Raya Bogor. wah... asyik sekali.. ! cukup untuk berempat. Apalagi ternyata sepanjang perjalanan semua tatapan mata memperhatikan kegilaan kami. Mereka juga senang dengan kehadiran Bajaj hijau itu. Bahkan beberapa turis melambaikan tangannya kepada kami. Wah... senangnya!!! Kami sibuk ketawa-ketawa sambil menikmati pemandangan di Kebun Raya itu. kami melewati taman pakis, taman bakau, taman palem, pohon rotan yang akarnya menjalar kemana-mana, makam yang konon kabarnya pusat kerajaan pajajaran, pohon bambu... dan pohon yang akarnya besar-besar... dan finally, here we were.... balik lagi ke titik nol perjalanan kami, ke main gate, pintu satu Kebun Raya Bogor. Menyenangkan! Bobby langsung mem-booking Pak Tjulu untuk menemaninya tanggal 27 Juli nanti. Semoga jadual Pak Tjulu cocok dengan tanggal yang kami berikan. Lumayanlah, kehadiran Bajaj itu nanti dapat membantu perjalanan kita dengan adik-adik itu nantinya, dan bahkan bisa digunakan untuk mengangkuti barang-barang kita.

***
RN, 14/7/03

Monday, April 14, 2003

Ketika Kail Bersambut

Akhirnya waktu yang ditentukan datang juga.
Tumpukan majalah sumbangan Mbak Indri, Meina, Ellen dan Harti
yang sudah teronggok beberapa lama di sudut rumah Rini
akhirnya jadi juga dipindahkan ke mobil Meina untuk dijual.
(Tenang, Harti, majalah Bobo dan Princess-mu akan digunakan
untuk acara anak-anak suatu hari nanti dan tidak untuk dijual).
Bak penjual handal, majalah-majalah itu ditumpuk
berdasarkan judul dan dimasukkan ke dalam kardus.
Tidak lupa pouch kosmetik sumbangan Harti siap pula untuk dijual.
(O ya. kami menerima 1000 pouch kosmetik dari Harti. Siapa mau bantu menjualkan?)
Di mobil, kami display majalah dengan sangat menarik untuk memudahkan konsumen kami.
Bak pemasar handal, sebelum pergi, kami berembuk tentang target pasar dan lokasi distribusi.
dan dengan teknik menjual ala kadarnya kamipun berangkat dengan optimisme tinggi.
Keliling Jakarta Selatan dengan iringan lagu potret yang membahana
untuk sekedar penambah semangat berdagang

Akhirnya lokasi ditetapkan sudah.
Sebuah SDN 03 Pejaten jadi sasaran pertama.
Kami parkir di depan sekolah yang sudah bubaran
kebetulan waktunya pas sekali dengan jam bubaran anak-anak SMU target kami yang pertama.
"aku nggak bisa marketing" kata Kukuh
ketika kami memintanya bergabung untuk menawarkan barang dagangan.
tapi dengan semangat dan kemampuannya mengamati apa yang dilakukan teman-temannya,
ia pun tak segan-segan mengajak orang-orang yang lalu lalang
untuk sekedar mampir ke bagasi mobilnya untuk memilih dan melihat-lihat
"Ayo beli kisah nyata pemotongan ayam" ujarnya sambil menawarkan majalah Seru!
padahal ia tahu pasti judul artikel dalam majalahnya tidak ada yang seperti itu.
Ia juga menyebarkan flyer
yang menjelaskan uang hasil penjualan majalah ini
akan digunakan untuk membeli buku cerita anak-anak taman bacaan keliling kami
Bukan itu saja, iapun menggelar kain di dekat pintu masuk sekolah dan menggelar majalah remajanya disana
bak kacang goreng, 74 ribu segera pindah tangan dalam waktu kurang dari sejam.
termasuk beberapa pouch kosmetik yang laku terjual.
Sementara Bobby sibuk mengamankan lokasi dan jalan
agar mobil kami tidak mengganggu lalu lintas di jalan itu.
Kalau di KOMPAS dikatakan "daya baca masyarakat sangat rendah"
pasti yang disurvei bukan masyarakat Pejaten.
mungkin majalahnya yang tidak terjangkau oleh mereka
mungkin karena tidak sesuai dengan minat mereka
entahlah...

Senang karena barang dagangan laku keras,
Kami pindah ke UNAS. Berharap hal yang sama bisa terulang disana.
Kali ini majalah dewasa yang akan ditawarkan.
Seluruh pelosok kampus sudah dijajahi,
tapi kami kalah dengan acara invitasi bola basket yang sedang digelar disana
akhirnya kami pindah ke SMA28, ke Gelanggang Olah Raga Ragunan dan berakhir di Stasiun Pasar Minggu.
Di Stasiun, ada beberapa pedagang yang memang berjualan majalah bekas.
Kami tau, majalah yang dijual disana tidak terlalu tinggi harganya.
Mungkin tidak setinggi harga jual yang kami tawarkan di depan SD tadi.
Tapi, waktu sudah menjelang sore dan target harus terpenuhi.
Mau tau targetnya? Mobil Meina harus bersih dari Majalah yang kami bawa!
tentu tidak mudah... perlu lebih kerja keras.
Bak penyelundup majalah, kami bertransaksi dengan pedagang majalah itu.
Mereka menekan harga dengan rendahnya
tak peduli jika kami melakukan ini untuk alasan beramal
Seorang Pedagang mengajakku menjauhi tempatnya berjualan
dengan bisik-bisik, ia mengatakan ingin membeli majalahku
dengan gayanya yang menyebalkan, ia menawar dengan sangat murah
"Yah segitu deh, kalo enggak ya maap aja" katanya sambil acuh dan tak butuh
"daripada enggak laku kan Neng..."
Yah, memang dari pada harus menjadualkan lagi hari sabtu kami untuk berjualan majalah
aku ingat motto kami pagi tadi
"yang penting mereka ikhlas membelinya"
akhirnya 5 majalah berpindah tangan.
Seorang pedagang yang lain dengan mudahnya menetapkan harga.
Padahal aku tau persis ia senang sekali dengan majalah yang aku tawarkan.
Masih terbitan Februari 2003 sekitar 10 judul tanpa lecek pula.
dan matanya tambah berbinar ketika 30 majalah berpindah tangan.
"Untung besar!" pikirnya...
tapi sudahlah, yang penting majalah kami laku terjual
dan bukan habis karena diloakkan.
Usai dari stasiun, ternyata mobil kami diserbu anak-anak SMU
mereka sibuk memilih majalah remaja
mungkin dulu ketika aku masih remaja, aku suka susah menentukan pilihan
itulah yang terjadi dengan mereka.
Butuh beberapa menit untuk memutuskan majalah mana yang akan dibeli
tapi semoga pilihan mereka tidak keliru
semoga majalahnya berguna

Dari Stasiun Pasar Minggu kami pindah ke Kramat Jati
ke sebuah kios "Mawar"
Transaksipun terjadi
mereka dengan serta merta mengangkuti seluruh persediaan majalah
bahkan majalah "Garuda" berpindah tangan
tapi majalah "A+" dan "Neo"
tidak diterimanya.
mungkin karena peminat "A+" dan "Neo" di Kramat Jati tidak banyak.

Usai sudah perjuangan kami hari itu
"247 ribu!" angka itu dibacakan didalam mobil disertai tepuk tangan yang meriah
meng-acknowledge kami atas perjuangan hari itu.
Jika ditambah penjualan minggu lalu,
genaplah kami miliki "303 ribu" harta karun kami bulan ini.
"Wah kita bisa beli terpal, Rin!"
Maklum, taman bacaan kami memang belum punya terpal sendiri
Biasa nyewa atau meminjam
tentu menyenangkan jika kami punya terpal sendiri
terpal hasil keringat sendiri
Begitulah jika kail yang diberikan untuk kami
kepuasan karena mendapatkan ikan yang diperoleh dengan susah payah
Menambah daftar pengalaman hidup yang kami miliki

Terima kasih untuk Mbak Indri, Meina, Ellen dan Harti
Terima kasih untuk majalah : Komputer aktif, Hot games, Seru! kawanku, Gadis, Aneka, Femina, Nova, Aura, Vogue, A+, Djakarta, Kosmopolitan, Her World, Female, Male Emporium, Dewi, Neo, Garuda, Hello Bali, jakarta kini, Indonesia Tattler, The Peak, Far East Economic Review, Gatra, Tempo, Business News, Matra, Fit, Nirmala, Kartini, Selebriti, Focus, E-Commerce, Business-online, Ezy Health, Adhesive Age, Chief Executives, Properti Indonesia, Forbes, Preference, Style, Executive Digest, Forum, Gamma, SWA, dan masih banyak lagi... (capek ngetiknya...) yang telah disumbangkan pada kami.... semoga tidak bosan menyumbangkannya lagi (jika ada).

--------------------------------------------------------------
"Well done is better than well said."
--Benjamin Franklin

Friday, February 14, 2003

Valentine on the Road : Berbagi kasih sayang dengan sesama

***

Hujanpun mereda setelah mengguyur basah Jakarta malam itu.
Bak bendera telah dikibarkan di pintu start,
Kami berangkat kembali konvoi ke jalan.
Berbekal sembako ala kadarnya yang tergesa-gesa disiapkan semalam itu.
Tidak banyak dalam segi jumlah, tapi sarat dengan bahasa kasih sayang
Disertai pita merah jambu yang manis sekali.

***

(flash back)

Masih membekas kejadian sore itu
Ketika belanja ala kadarnya di toko tetangga
Sementara hadiah valentine "Strawberry Coklat" menanti disana
Kami peroleh dengan sandiwara manis dan menyenangkan

Meski hujan sempat menyulitkan transportasi pemindahan barang belanjaan
Dua orang sahabat baik terbajak untuk menjemput
Bersama kami menyiapkan kebutuhan
Hingga cukuplah beberapa paket sembako untuk dibawa

***

Lagi-lagi transportasi jadi kendala
Karena harapan tak sesuai dengan kenyataan
Rencana gila dan bujuk rayu pun mulai gencar dilancarkan
Mulai sewa pick up sampai sewa angkot
Mulai naik bis sampai membajak sopir
Tak peduli dimana dan sedang apa Dia

Sekedar untuk memenuhi kriteria untuk berangkat

***

(back to the beginning)

Jakarta cukup lengang malam itu
Berbeda dengan malam menjelang takbiran lalu
Berbeda dengan malam menjelang tahun baru tahun lalu
Tak banyak kami jumpai saudara-saudara kita yang tidur di jalan

Kami bersyukur,
Mendoakan mereka segera entas dari sudut jalanan.
Mungkin tinggal dan hidup lebih layak di lokasi lain.

Di sudut pojokan Senen,
Kami bertemu sekelompok keluarga yang tinggal di tepi selokan depan Masjid
Mereka tidur di emperan jalan setapak
Sang ibu menyelimuti sang anak yang masih belum genap satu tahun dengan tangannya
berharap sang anak cukup hangat dengan perbuatannya itu

Kami membangunkannya malam itu dengan kejutan indah
Dua bungkus sembako dan setumpuk baju layak pakaipun berpindah tangan
Ucap syukur lamat-lamat terdengar dari bibirnya
Dan sebersit senyum indah menyungging diujung bibirnya

Disebelah sana seorang teman menjumpai seorang lelaki tua renta
yang tidur bersanding dengan gerobaknya
percakapan hangat segera terjalin diantara mereka
"Ia selalu menuip peluitnya setiap hari seperti layaknya polisi cepek"
ujar seorang teman yang kebetulan kerja di daerah itu
Menjelaskan pekerjaan si tua renta itu setiap hari
Entah dimana keluarganya
Entah mengapa tak satupun bersedia mengurusnya
Malam itu senyum dan lambaian tangan renta tanda terima kasih mengiringi kepergian kami

Malam semakin larut
Pun sembako dan baju layak pakai persediaan kami semakin menipis
Tapi semangat kami tetap berkobar
Setiap sudut kota dijelajahi tak terkira
Sampai kami menemukan sekelompok orang yang tidur di bawah jembatan JDC

Sengaja kami parkir mobil agak menjauh
Menghindari serbuan orang-orang yang tidak diinginkan
Maklum lokasi itu cukup terbuka
Dan trauma penyerbuan tempo hari masih membekas erat dikepala
Tapi kali itu semuanya sempurna
Senyum orang-orang itu cukup menjadi pelipur kantuk kami

Menjelang pagi kami akhiri perjalanan ini
"Valentine on the Road" sebuah judul yang sengaja dibuat-buat
Untuk sekedar mengingatkan hati tentang kepedulian pada sesama...

Semoga Jakarta lebih baik malam itu.

(titik)

***
Thanks to Meina,Boy, dan Rico untuk mobilnya
Thanks to Rini,Coy,Virgina,Dewi,Ian,Bobby,Andie,Kukuh,Ancha,Boy,Agus,Elis,Lydia,Lardi untuk perjalanan yang menyenangkan
Thanks to Bhayu dan Nandha untuk bantuan transfer barang dan orang
Thanks to Dimas yang mobilnya nggak pernah sampai dan telah mengajarkan kami tentang konsep kesabaran

Keep up the good work, all !