Wednesday, August 20, 2003

Sekolah Anak Jalanan Belajar di Kebun Raya Bogor

Juki hari ini senang sekali. Ia adalah satu diantara 118 teman-temannya yang bersekolah di Sekolah Anak Jalanan di bawah jembatan tol Gedong Panjang, Kampung Kakap. Sekolah Anak Jalanan atau disingkat SAJA yang didirikan di kolong jembatan tol Gedong Panjang, yang terletak di Kampung Kakap, Jakarta Utara ini diperuntukkan bagi anak-anak yang tinggal di kolong jembatan tol Gedong panjang dan sekitarnya. Kepada mereka, sekolah tidak memungut biaya.

Jumlah anak-anak disana sekitar 450 anak, yang masuk usia sekolah tahun ajaran 2003/2004 ini berjumlah sekitar 118 anak. Mereka inilah yang bersekolah di SAJA, yang saat ini terbagi menjadi 3 kelas, yaitu TK A, TK B dan SD.

Sekolah ini berada dalam sebuah kawasan pemukiman padat yang dihuni oleh sekitar 200 kepala keluarga yang pekerjaan sehari-harinya tidak tentu (marjinal). Keluarga ini tinggal di rumah-rumah berdinding papan dan beratap beton jalan tol. Kehidupan disekitar rumah mereka tidak ditata dengan baik dan tidak sehat. Ada 150 pintu dibawah kolong jembatan ini, dan disetiap pintunya bisa dihuni lebih dari 1 keluarga. Bisa dibayangkan, luas tempat hunian di sebuah pintu di bawah kolong jembatan, sangat sempit. Orang-orang yang tinggal di kolong jembatan ini terdiri dari berbagai macam kalangan dari mulai buruh, tukang koran, tukang becak, PSK, bahkan mungkin preman dan penjahat ibukota tinggal disini.




Juki tahu bahwa tanggal 27 Juli 2003 ini akan belajar diluar kelas. Kali ini ia dan teman-temannya akan belajar di Kebun Raya Bogor (KRB) bersama kakak-kakak relawan dari KKS Melati, sebuah Kelompok Kerja Sosial yang terdiri dari relawan muda.

Pagi-pagi benar mereka sudah tiba di Rumah Anggrek KRB. Rumah Anggrek ini memiliki Koleksi kurang lebih 10.000 spesimen dari 900 species dari 100 genera. Di halaman depan rumah anggrek mereka belajar tentang jenis anggrek epifit yang tumbuh di pot dan di cabang kayu. Misalnya Cattleya dan Dendrobium. Ada juga anggrek tanah (terrestrial) warna-warni yang ditanam di tanah atau tempat terbuka. Ada Arachnis dan ada pula Aranda.

Di halaman Rumah Anggrek anak-anak dikenalkan dengan seorang “Raja Pohon” yang diperankan oleh seorang relawan kami, Dimas namanya. Setiap kali “Raja Pohon” berkata sesuatu, maka setiap anak harus mengikuti perintahnya. Maka yang tampak hari itu adalah adegan penuh kelucuan. Jika “Raja Pohon” mengatakan “Angkat tangan kanan!” maka serentak seluruh anak-anak mengangkat tangan kanannya.




Dari Rumah Anggrek, dengan berkelompok dan diiringi lagu Naik-Naik ke Puncak Gunung, mereka lalu menuju ke deretan pohon pinus. Disana mereka belajar tentang batang dan struktur pohon pinus dengan sangat sederhana, belajar tentang kegunaan pohon pinus, dan mendengarkan dongeng tentang pohon pinus dari para relawan yang mengawal mereka sepanjang perjalanan. Dongengnya menceritakan tentang kisah sebuah biji pinus yang takut belajar terbang dan akhirnya dengan penuh keberanian iapun berani terbang. Dengan keberaniannya itu, biji pohon pinus ini akhirnya mendarat di tempat baru dan menjadi pohon baru. Inti dari cerita ini adalah tentang keberanian. Maka setelah dongeng itu berakhir, bertebaranlah seluruh anak-anak mencari biji pohon pinus dan mereka begitu bangganya dengan biji pinus yang sudah berani terbang.




Setelah itu, mereka menuju Jalan Astrid. Jalan Astrid adalah salah satu jalan di Kebun Raya Bogor. Dinamai demikian untuk mengingat kunjungan Putri Astrid dan suaminya Pangeran Leopold dari Belgia sewaktu mereka berbulan madu tahun 1928 ke lokasi ini. Mereka senang sekali ketika tahu bahwa seorang putrid Raja pernah daaing ke jalan ini. Diarea ini penuh dengan pohon kana. Siapa sangka jika bunga Kana ternyata berasal dari Amerika? Warna bunga Kana yang ditanam di sepanjang Jalan Astrid adalah hitam, merah, kuning, sebagai symbol warna bendera Belgia. Anto dan kelompoknya dibantu dengan para relawan belajar tentang proses penyerbukan dengan sangat sederhana. Mereka belajar tentang warna-warna yang dimiliki bunga kana dan bernyanyi lagu Kebunku.

Perjalanan kemudian dilanjutkan ke sederetan pohon damar. Pohon Damar yang tingginya bisa sampai 1-2 m, berasal dari Sumatra, Kalimantan dan Malaysia. “Pohon minumnya dari akar, ya Kak?” tanya Asep yang masih kecil itu. Di tempat ini mereka belajar tentang perbedaan pohon pinus dan pohon damar. Para relawan membiarkan anak-anak meraba batang pohon dan menyadari bahwa daun pohon damar lebih tebal dibandingkan pohon pinus. Para relawan juga menjelaskan bahwa Daun adalah pabrik makanan. Daun dengan zat hijau daunnya apabila terkena panas matahari dan ditambah air, akan diubah jadi makanan. Sinar matahari sebagai kompornya, sedangkan daunnya ibarat panic untuk memasak makanan, dan airnya diambil dari tanah. Asep pun belajar bahwa batang kayu pohon ini bisa digunakan untuk meja dan kursi, dan mengandung resin (getah pohon), yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan obat, cat, percetakan, dan minyak wangi. “Wah meja di kelas itu asalnya dari pohon ini , ya Kak?’” ata Dina dengan takjubnya. Ia adalah satu dari anak-anak yang senang dengan cara belajar diluar kelas seperti ini, “Beda sekali rasanya dengan belajar di kelas kami yang panas itu”.




Tidak jauh dari deretan pohon damar, mereka belajar tentang komunitas kolam. Kolam yang mereka temui adalah kolam teratai raksasa yang asalnya dari hutan Amazon, Brazil. Teratai yang dikenal dengan Victoria amazonica ini pertama kali dikenalkan oleh Haenkel tahun 1801 yang menemukannya di Bolivia. Anak-anak itu langsung bermain dan memegang daun teratai raksasa, setelah kakak relawan mereka mengatakan bahwa daun ini sanggup menahan berat anak kecil yang duduk diatasnya. Meskipun mereka tidak bisa mencoba duduk diatas daun itu, tapi mereka senang dengan penjelasan yang diberikan.

Dari kolam, mereka langsung menuju lokasi yang sudah disiapkan oleh para relawan KKS Melati. Setelah makan siang, mereka langsung mendengarkan acara sulap dari Sang “Raja Pohon” dan beberapa dongeng. Acara sulap menjadi menarik sekali ketika sang “Raja Pohon” mengajak anak-anak bermain sulap. Dian yang masih kecil senang sekali karena berhasil bermain sulap. Dongeng hari itu disampaikan oleh relawan cilik kami, Audrey yang masih kelas 2 SMP dan Ghia yang masih kelas 2 SD. Mungkin karena yang mendongeng masih kecil, anak-anak itu jadi semakin tertarik. Mereka mendekati Audrey dan Ghia serta mendengarkan cerita yang disampaikan. Sang Raja Pohon pun tak kalah dengan relawan cilik tadi. Ia mendongeng tentang bunga dan lebah, cocok sekali dengan suasana di KRB. Berbagai permainan diadakan dan hadiah-hadiah betebaran. Hari itu, paket sekolah dari RCTI peduli, Tabloid Fantasy, Majalah Cool n Smart, dan hadiah-hadiah sumbangan relawan kami dibagikan untuk mereka. Diakhir acara, anak-anak SAJA mempertunjukkan kebolehan mereka. Mereka bernyanyi, menari dan bersenam.







Sudah dua kali KKS Melati, berinteraksi dengan anak-anak SAJA dengan program taman bacaan keliling yang mereka miliki. Luar biasa antusias anak-anak di kolong jembatan tol ini akan buku cerita. Mereka begitu haus akan buku pengetahuan dan bacaan serta begitu senang dengan dongeng yang disampaikan oleh relawan KKS Melati.



Semoga melalui kegiatan ini, kami dapat menularkan "Virus" empati kepada rekan-rekan yang lain, untuk membuat Jakarta menjadi lebih baik dan bersama-sama bergandengan membantu mereka yang membutuhkan!

RN,20/8/03

Sebuah sekolah anak buruh di Rawa Terate



Sebuah sekolah anak buruh di Rawa Terate

Sabtu lalu 7 Juni 2003 kami sudah berada lagi di Rawa Terate. Di sebuah kampung yang terletak persis di belakang pabrik Krama Yudha Spare Parts di daerah Cakung. Kampung Rawa Terate ini dibentuk dan didirikan oleh para buruh dari lingkungan pabrik tersebut. Pada mulanya kawasan ini masih dikelilingi oleh sawah hijau membentang, namun sabtu lalu, kami banyak menemukan sawah terlantar yang tidak lagi ditanami karena sulitnya mendapatkan air bersih untuk irigasi.

Aliran air di kawasan tersebut telah berubah menjadi hitam legam, bercampur polusi. Masyarakat yang tinggal di kampung tersebut yang terdiri dari para buruh pabrik, termasuk istri dan anak-anak mereka, hidup dengan hirupan udara bercampur logam berat yang muncul dari ventilasi dan cerobong asap pabrik. Sayang, pasokan air bersih yang tempo hari sudah diusahakan Bobby, relawan kami, tampaknya sudah berhenti dipasok. Mungkin Bobby harus kembali lagi mengupayakan pasokan air bersih di tempat ini. Asap putih tebal keluar dari pabrik. Asap yang penuh dengan cemaran logam berat yg menyesakkan dada dan mengotori mata. Setahun lalu sewaktu kami berkunjung ke sana, asap itu tidak seberapa tebal.

Satu-satunya sekolah yang ada di kampung ini adalah sekolah SD yang terdiri dari 2 ruang kelas dengan kondisi seadanya. Disana hanya ada seorang ibu kepala sekolah yang juga merangkap sebagai satu-satunya Ibu guru bagi sekolah itu. Tidak jelas apakah ia melakukannya dengan sukarela ataukah Depdiknas membayarnya selayaknya seorang kepala sekolah bekerja di sebuah sekolah. Tidak jelas bagaimana anak-anak didiknya dapat naik kelas dan apakah bisa mereka diterima di sekolah yang lebih tinggi setingkat SMP nantinya. Bahkan tidak jelas apakah Depdiknas mengetahui keberadaan sekolah di kawasan itu.

Sejak banjir tahun lalu yang merusakkan bangunan sekolah dan merusakkan seluruh buku-buku sekolah yang mereka miliki, masyarakat di kampung ini saling bahu-membahu dan bergotong royong mendirikan kembali sekolah itu seadanya untuk masa depan anak-anak mereka. Saat ini mereka belum lagi memiliki buku baru untuk belajar dan masih memprihatinkan sekali nasib mereka untuk bisa bersekolah di tempat seperti ini. Banyak pertanyaan lagi yang timbul di benak kami ketika pertama kami berkunjung ke sana, namun kondisi sekolah itu telah membuka hati kami untuk memikirkan apa yang dapat kami lakukan untuk sekolah itu dan untuk anak-anak disana. Dengan komitmen bersama kami percaya bahwa kita dapat ikut membantu pengajaran di sekolah tersebut dan partisipasi anda semua sangat dibutuhkan untuk mewujudkan komitmen tersebut.

Pagi benar kami sudah tiba disana. Bahkan Bobby sudah tiba sejak jam 6.30 pagi. Memang hari itu Bobby yang mendapat giliran menjadi Project Officer kami dan melakukan koordinasi dengan sekolah SD Bintang Pancasila di sana yang hari itu akan mendapat kunjungan dari PT. Asuransi Multi Artha Guna (MAG) yang akan menyumbangkan peralatan sekolah. Setibanya kami langsung disambut dengan gembira oleh Ibu kepala sekolah, yang ternyata tidak melupakan kami. Padahal kunjungan Melati ke tempat itu sudah setahun yang lalu.

Hari itu, kami sumbangkan sebagian buku koleksi Melati untuk digunakan oleh sekolah itu. Setelah itu, segera saja kami gelar terpal baru, hasil jualan majalah tempo hari, persis di depan sekolah. Bobby langsung mengajak Tanya, Yasmin dan Rini masuk ke sekolah dan memperkenalkan mereka kepada adik-adik yang sedang ada di sana. Yasmin mengajari anak kelas satu menulis. Heboh dan ramai sekali. Semua anak mendadak ingin maju ke depan untuk menulis. Setiap anak ingin memamerkan tulisannya kepada Yasmin. Ibu guru yang satu ini senang sekali. Senyum tidak lepas dari wajahnya. Semakin banyak acungan telunjuk anak-anak itu, Yasmin semakin giat mengajar. Demikian pula di kelas sebelah. Tanya sibuk mengajari matematika. Ibu guruku hari ini cantik sekali, kata seorang anak di kelas Tanya sambil sibuk memperhatikan Tanya. Segera pelajaran matematika serasa mudah dicerna.

Usai mengerjakan matematika dan menulis, anak-anak itu langsung berhamburan keluar kelas dan mulai sibuk memilih buku. Bukan main ributnya mereka memilih buku yang mereka inginkan. Sang kepala sekolah mengatakan bahwa anak didiknya suka dengan buku dongeng dan cerita rakyat, karena mereka bisa belajar dari tokoh yang ada dalam ceritanya. Kadang, untuk pelajaran Bahasa Indonesia, sang guru mengajak anak-anak itu untuk menceritakan kembali buku yang sudah dibacanya dan mengajaknya bejalar kebaikan dan keburukan sang tokoh. Sungguh sangat mendidik. Pantas saja, hari Sabtu itu mereka menyerbu buku cerita rakyat dan dongeng. ada yang membacanya kencang-kencang, ada yang membacanya perlahan. Ada yang mencari banyak gambar, ada pula yang menyenangi komik. (Mereka mencari komik kapten Tsubasa, sayang kami tidak punya, akhirnya Doraemon pun dilahap juga).

Lucunya ada juga yang memaksa membaca buku cerita bergambar berbahasa Inggris, meskipun mereka tidak mengerti. Ia dan temannya sibuk mengartikan kata-kata yang ada dibuku tersebut sambil garuk-garuk kepala. Tapi tetap dibacanya juga dengan kencang, meskipun bingung dan aneh. Akhirnya Rini mendongengkan cerita dalam buku itu kepada mereka. Ceritanya tentang seorang anak yang ketika bangun pagi, badannya berubah menjadi kecil, tetapi ia tidak sedih hati dan terus bekerja dengan riang gembira. Mereka mengulang cerita itu kepada kawannya yang lain. Sementara di sudut sana, Yasmin sibuk mendongeng. Anak-anak yang ada di sekitarnya langsung berhenti membaca dan mendengarkan ceritanya. Ia terlihat asyik sekali dan sesekali tawa anak-anak itu terdengar, menikmati dongengannya. Disudut sana, Tanya sibuk membacakan buku untuk seorang anak kecil yang tidak mau membaca buku sendiri. Sementara Bobby sibuk menghubungi Pak RT dan menunggu teman-teman dari MAG yang datang agak terlambat.

Teman-teman MAG datang dengan sumbangan yang banyaaaak sekali. Kami sampai takjub melihatnya. Ada peta Indonesia, papan tulis dan kapurnya, cat dan peralatannya, dan lampu-lampu yang akan disumbangkan untuk sekolah dan aneka peralatan sekolah untuk dibagikan ke 78 anak di sekolah itu. Tidak lupa ada kue-kue dan bubur kacang hijau yang langsung dinikmati dan habis diminum oleh anak-anak itu. Mereka senaaaaang sekali dan kenyang!
Terima kasih untuk MAG yang telah membantu sekolah ini. Jangan lupa, sekolah ini hanya satu dari sekian sekolah di Jakarta yang layak untuk dibantu. Program kami selanjutnya adalah berkunjung ke sebuah sekolah di kawasan Marunda, SD Pantai Makmur 03. Kami berharap MAG dapat pula mensupport kami juag untuk membantu sekolah di Marunda itu juga.

Sudah dua kali kunjungan KKS Melati, sebuah Kelompok Kerja Sosial yang terdiri dari relawan muda, ke Rawa Terate dengan taman bacaan keliling yang mereka miliki. Luar biasa antusias anak-anak di SD Bintang Pancasila ini akan buku cerita. Mereka begitu haus akan buku pengetahuan dan bacaan serta begitu senang dengan dongeng yang disampaikan oleh relawan KKS Melati.
Semoga melalui kegiatan ini, kami dapat menularkan "Virus" empati kepada rekan-rekan yang lain, untuk membuat Jakarta menjadi lebih baik dan bersama-sama bergandengan membantu mereka yag membutuhkan!

RN,20 Agustus 2003

Sunday, August 17, 2003

Tawa mereka yang kami rindukan...

***
Sari terbangun dari tidurnya pagi itu dan ia merengek-rengek memintaku menggendongnya keluar dari boksnya. Seperti anak-anak yang berumur 1 tahunan lainnya, ia begitu menggemaskan dan sulit sekali menolaknya untuk digendong. Sari senang sekali keluar dari boks tempatnya tidur dan ia yang mulai belajar jalan tertatih-tatih berlari kesana kemari dalam ruangan itu sambil tertawa-tawa. Ia adalah satu dari seorang anak yang tinggal di Panti Balita Tunas Bangsa 01 Cipayung, Jakarta Timur. Di kamar yang lain, ada 4 bayi yang sedang tidur. Casper, bayi cantik berambut tebal dan kulitnya putih adalah bayi yang baru sebulan tinggal di panti itu. "Ayahnya seorang polisi dan ibunya adalah istri muda polisi itu", kata seorang ibu yang merawat bayi itu. "Ia ditinggalkan di Rumah Sakit Pasar Rebo oleh orang tuanya", katanya lagi. Tidak jauh dari Casper, ada seorang bayi yang sedang tidur. Ah, aku lupa namanya. Tapi aku tidak lupa, bagaimana ceritanya sampai ia datang ke panti ini, "Bayi itu ditemukan di tong sampah dan beberapa minggu yang lalu ia sempat diberitakan di BUSER", kata perawatnya. Bayi itu mungil dengan pipi yang tembem. Tak habis pikir aku. Banyak keluarga muda yang saat ini tengah berjuang untuk mendapatkan seorang anak, tetapi dipanti ini, ada banyak anak yang dibuang begitu saja oleh keluarganya, seolah kehadirannya tidak dikehendaki. Padahal boleh jadi bukan salah anak-anak itu hadir di dunia ini. Semua karena kehendak Yang Maha Kuasa.

***
Tanggal 17 Agustus 2003 lalu, KKS Melati berkunjung ke Panti Asuhan Tunas Bangsa 01 Jakarta Timur. Selain menyalurkan sumbangan dana dari beberapa teman baik dan sejumlah sumbangan dari Komunitas Independen yang langsung diterima oleh Ibu Budi, kepala panti, kami juga merayakan ulang tahun Mbak Diah Anie, salah seorang relawan KKS Melati. Hari itu, panti asuhan balita penuh dengan relawan. Mereka membawa sumbangan yang dibelinya hari-hari sebelumnya dan beberapa paket makanan untuk anak-anak balita disana. Ruang bermain mendadak jadi penuh dengan tawa dan canda. Sari yang kemarin tampak sedih karena harus kembali ke boksnya, hari itu tertawa dan jadi rebutan para relawan.

Hari itu para relawan KKS Melati mengadakan perlombaan dalam rangka menyambut Hari Kemerdekaan RI. "Mau lomba apa?", tanya Koen yang hari itu dibajak untuk menjadi MC, padahal ia agak kurang sehat. "Aku mau lomba bendera! Aku mau lomba bendera!", kata Santi yang menggelengkan kepala karena tidak mau ikut lomba lainnya. "Aku... aku... aku mau nyanyi," kata Dita yang terlihat aktif dan tomboy sekali.

Lomba pertama adalah lomba makan kerupuk. Karena lupa membawa tali, akhirnya lomba makan kerupuknya dilakukan persis seperti orang sedang makan kerupuk. Aji dengan cepat menyelesaikan kerupuk yang dimakannya sambil teriak, "aku menang! aku menang!" dan makan Tango hadiahnya. Ia lantas sibuk mengumpulkan balon-balon yang ditiup oleh relawan kami dan memamerkan balon yang dikumpulkannya, "kak aku punya bunga balon... bagus kan kak"... Ia pun sibuk membawa balon-balonnya kesana kemari sambil tertawa-tawa. Lomba memindahkan bendera jadi lucu sekali. Lomba ini dibantu 4 relawan Melati yang memberikan bendera kepada anak-anak yang ikut lomba. "Benderanya ditaruh didalam ember ya", kata Koen sambil memberi semangat, sementara si Ucok kecil memperhatikan Koen dengan pandangan takjubnya, ia membantu memasukkan bendera-bendera yang jatuh adri ember. Kali ini Santi yang menang. Ia senang sekali dan lantas mengajukan diri untuk bernyanyi bersama Dita. Lagunya berjudul Pelangi. Lucunya, sulit sekali mengajari mereka menggunakan mic dengan benar. Akhirnya lagu Pelangi itu dinyanyikan dengan suara bersemangat dan menggebu-gebu. Kencaaaang sekali! Lomba memindahkan bendera ini akhirnya diulang sampai 3 kali karena banyaknya permintaan. Ternyata, memindahkan bendera adalah lomba favorit! Untung saja kami sudah menyiapkan lomba ini.

Seperti Santi, Dita juga tak kalah aktif. Ia berlomba mengumpulkan banyak sekali hadiah permainan yang semuanya makanan itu. Ia ikut bernyanyi dan bernyanyi lagi. Lagu balonku dinyanyikan Santi dan Dita adalah 2 dari 9 anak yang tahun ini sudah mulai masuk ke TK di dekat Panti. Hadiah peralatan sekolah dan kaos kaki menjadi hadiah yang menarik untuk mereka.

Lomba jalan sambil mengepit sebuah balon juga tak kalah lucunya. Anak-anak itu saling berebut balon yang akan dikepitnya. Kali ini Aji menjadi juara dan ia lantas mengepit 2 buah balon di lengan kanan dan kirinya sambil sebuah lagi dikepitnya diantara kakinya. Hei... ini pasti menarik untuk dilombakan! maka tak lama kemudian, beberapa anak berebut mendapatkan 3 buah balon untuk dikepit. Mereka berjalan seperti robot. Lucu sekali! Bahkan setelah lomba itu berakhir, Aji dan Coy salah satu relawan kami, masih sempat berjalan kesana-kemari beriringan dengan 3 balon yang mereka kepit, sementara Devy sibuk mengumpulkan balon sebanyak-banyaknya sampai tangannya tidak mampu memeluk balon-balon itu.

***
Seusai acara lomba, kami membagikan paket makanan dan minuman untuk anak-anak dan membantu mereka membuka bungkusannya. Ini adalah satu moment untuk berbagi. Inilah interaksi yang sangat ditunggu-tunggu antara relawan dan anak-anak balita di panti itu. Disudut sana, Meina sibuk membukakan makanan untuk seorang anak, sedang di belakang sana, Swan sibuk sekali bermain dengan 5 orang anak, seperti seorang Ayah dengan 5 anak-anaknya yang super aktif. Defi yang tidak mau lepas dari Sandi, terlihat menggelendot manja, sedangkan Rizki tampak mulai mengantuk terayun-ayun di ayunan belakang sana... Lucu sekali!

***
Anak-anak Panti Asuhan Balita memang menggemaskan. Dari merekalah kami bercermin dan belajar tentang kehidupan. Dari merekalah kita belajar bersyukur atas nikmat dan limpahan kasih sayang orang tua dan keluarga kami. Dari merekalah kami belajar untuk peduli dengan nasib mereka dan nasib anak-anak yang kurang beruntung lainnya.

Sayang tidak semua anak ada di Panti pada hari itu. Seperti weekend pada umumnya, bagi anak-anak yang sedang dalam proses adopsi, mereka "dipinjam" oleh calon orang tuanya untuk proses adaptasi. Senang sekali melihat mereka mengenakan baju baru dan sepatu baru dan digendong oleh "sang ibu" untuk berlibur. Proses adopsi ternyata tidak semudah yang dikira. Diperlukan kurang lebih satu tahun sampai sepasang orang tua dapat mengadopsi si anak. Itupun setelah mereka menjalani serangkaian pertimbangan dan persyaratan yang harus dilalui. Kami berharap ada lebih banyak lagi orang-orang yang berminat mengadopsi mereka. kami berharap mereka menemukan keluarga yang baik dan cocok dengan mereka.

Semoga saja.

Semoga malam itu mereka tidur dalam damai. Semoga malam itu mereka tidur dengan bahagia, karena ada segerombolan relawan yang siap berbagi kasih sayang dengan mereka. Karena ada yang peduli.

(RN, dari kegiatan relawan KKS Melati tanggal 17 Agustus 2003 ke Panti Asuhan Tunas Bangsa 01 Cipayung)===